BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Setiap daerah wisata yang ramai dikunjungi wisatawan, pasti ada daya tarik tersendiri yang mana membuat para wisatawan datang ke daerah wisata tersebut. Suatu daerah yang berpotensi sebagai daerah wisata pastilah memiliki hal-hal unik dan yang bisa ditonjolkan yang tentu saja tidak dimiliki oleh daerah lain. Seperti halnya Bali, selain terkenal oleh keindahan pantainya tetapi ada beberapa hal unik yang tidak ditemukan ditempat lain yaitu budaya dan agama, sesuatu yang tak pernah hilang yaitu kesetiaan mereka pada nilai leluhur warisan nenek moyang. Suatu hal yang patut dicontoh sebagai tolak ukur sebuah daerah wisata.
Sama halnya dengan Bali, Pangandaran juga merupakan salah satu daerah wisata yang ada di Indonesia. Destinasi wisata yang terletak di Priangan Timur, provinsi Jawa Barat ini semakin banyak melakukan pembangunan di wilayahnya sebagai wujud pelaksaan visi mereka untuk menjadi destinasi wisata dunia. Ada apa saja disana dan apa daya tarik yang menyebabkan wisatawan selalu berdatangan ke tempat ini. banyak hal yang belum diketahui tentang daerah wisata yang satu ini, tidak hanya memiliki pantai yang mempesona, air terjun yang masih alami, perbukitan yang menawarkan berjuta pesona, tetapi ada beberapa budaya dan cerita dibalik Pangandaran ini sendiri, yang mana jika semuanya dikemas dan di kembangkan menjadi satu. Maka, tidak menutup kemungkinan bahwa Pangandaran akan bersaing dan setara dengan Bali.
Oleh karena itu kami melakukan wawancara ini untuk mengumpulkan informasi terkait aspek sosial budaya di daerah Pangandaran ini, sehingga potensi-potensi sosial serta budaya di Pangandaran bisa lebih diketahui secara mendalam, dan juga kita dapat membuat pemetaan tekait apa saja kearifan lokal yang ada di kabupaten Pangandaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan diatas , maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Kebudayaan dan kesenian apa saja yang ada di Pangandaran?
2. Apa saja jenis kearifan lokal yang ada di Pangandaran?
3. Bagaimana cerita dibalik kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran?
4. Bagaimana peran Disbudpar dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di wilayah Pangandaran?
5. Bagaimana strategi promosi untuk mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran?
6. Media apa saja yang digunakan untuk promosi?
7. Apakah ada kendala atau hambatan dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran?
8. Apa strategi dalam menangani kendala tersebut?
9. Adakah agenda acara mengenai kebudayaan dan kesenian?
10. Bagaimana reaksi masyarakat dan wisatawan yang hadir dalam event-event kebudayaan?
11. Peninggalan sejarah apa saja yang ada di wilayah Pangandaran?
12. Apa peran komunitas dan tokoh budaya dalam pengembangan budaya dan kearifan lokal di Pangandaran?
13. Bagaiamana perkembangan dan kegiatan yang sering diadakan kompepar dan tokoh budaya dalam meningkatkan kebudayaan Pangandaran?
14. Bagaimana Pandangan tokoh budaya mengenai kearifan lokal dan kebudayaan yang ada di Pangandaran?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya wawancara ini antara lain sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kebudayaan dan kesenian apa saja yang ada di Pangandaran.
2. Untuk mengetahui jenis kearifan lokal yang ada di Pangandaran.
3. Untuk mengetahui cerita dibalik kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran.
4. Untuk mengetahui peran Disbudpar dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran.
5. Untuk mengetahui strategi promosi guna mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran.
6. Untuk mengetahui media apa saja yang digunakan untuk promosi.
7. Untuk mengetahui kendala atau hambatan dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran.
8. Untuk mengetahui strategi guna menangani hambatan atau kendala dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran.
9. Untuk mengetahui agenda acara yang berkenaan dengan kebudayaan dan kesenian.
10. Untuk mengetahui reaksi masyarakat dan wisatawan yang hadir dalam event-event kebudayaan.
11. Untuk mengetahui peninggalan sejarah yang ada di wilayah Pangandaran.
12. Untuk mengetahui peran komunitas dan tokoh budaya dalam pengembangan budaya dan kearifan lokal di Pangandaran.
13. Untuk mengetahui lebih dalam tingkat perkembangan dan kegiatan yang diadakan kompepar dalam meningkatkan kebudayaan Pangandaran.
14. Untuk mengetahui Pandangan tokoh budaya mengenai kearifan lokal dan kebudayaan yang ada di Pangandaran
D. Metode Penelitian
Metode yang dilakukan pada laporan ini, merupakan metode penelitian data kualitatif melalui sebuah wawancara langsung kepada narasumber.
1. Kepala bidang Kebudayaan
Nama Narasumber : Bpk. Aceng Hasim
Jabatan : Kepala Bidang Kebudayaan
Tempat dan tanggal lahir : Ciamis, 25-04-1968
Pendidikan Terakhir : S2 - Administrasi Pemerintahan
Alamat : Dusun Bulakbanjar, Rt 02/Rw 01, Desa
Banjarharja, Kecamatan Kalipucang,
Pangandaran.
2. Ketua Kompepar
Nama Narasumber : Bpk. Edi Rusmiadi
Jabatan : Ketua Kompepar
3. Komunitas Budaya
Nama Narasumber 1 : Bpk. Asep Kartiwa
Jabatan : Pendiri Kampung Budaya
Nama Narasumber 2 : Ki Adwidi dan Abah Suha
Jabatan : Ketua Kesenian Badud
4. Tokoh Budaya
Nama Narasumber 1 : Bpk. Erik Krisna Yudha
Jabatan : Dinas Sosial
Nama Narasumber 2 : Bpk. Husin Al Banjari
E. Waktu dan Tempat Wawancara
Wawancara ini dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Kamis, 13 April 2017
Pukul : 09.00 WIB s/d selesai
Tempat : Dinas Kebudayaan
F. Topik Wawancara
“ Pemetaan Kearifan Lokal dan Potensi Budaya di Pangandaran”
BAB II
Hasil Wawancara
A. Hasil Wawancara dengan Kepala Bidang Kebudayaan
1. Kesenian dan Kebudayaan di Kabupaten Pangandaran
Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, Bapak Aceng Hasyim menuturkan bahwa kesenian dan kebudayaan yang asli berasal dari Kabupaten Pangandaran antara lain Ronggeng Gunung, Kesenian Badud (kesenian ini tumbuh subur di Desa Margacinta, Dusun Kertaharja, Kecamatan Cijulang)- tampilan kesenian yang didalamnya ada iringan dog-dog dan angklung. Para pemainnya menggunakan aksesoris yang menyerupai harimau, babi dan masih banyak lagi- seni lebon (seni olah kanuragan/ bela diri), Festival Layang-Layang, dan Hajat Laut. Selain kebudayaan asli, Pangandaran juga memiliki kesenian dan kebudayaan yang berasal dari Jawa, karena Pangandaran berdekatan dengan daerah Jawa Tengah sehingga budaya sunda dan jawa menyatu didalamnya. Kesenian yang berasal dari Jawa tersebut antara lain seni kuda lumping, ada sekitar 60 rombongan (tumbuh dan berkembang di wilayah Mangunjaya, Padaherang, dan Kalipucang). Kesenian-kesenian Jawa ini masuk ke Pangandaran ketika Kerajaan Mataram hendak menyerang Batavia pada tahun 1628. Para prajurit Kerajaan Mataram membawa serta kesenian-kesenian tersebut dan ternyata diterima dan diminati oleh masyarakat Pangandaran. Pada akhirnya, kesenian-kesenian Jawa juga tumbuh dan berkembang di wilayah Pangandaran.
2. Kearifan Lokal yang Ada di Pangandaran
Menurut Bapak Aceng Hasyim, sebagian besar masyarakat yang ada di Pangandaran masih mempercayai keberadaan Nyi Roro Kidul sebagai perwujudan sosok Penguasa Laut Selatan. Diadakannya Hajat Laut itu merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nyi Roro Kidul menurut sebagian masyarakat. Kemudian kearifan lokal yang masih melekat di masyarakat Pangandaran terutama di daerah pinggiran adalah masih menggunakan konsep pamali untuk melarang aktivitas tertentu. Salah satu contoh pamali yaitu kita dilarang duduk di depan pintu karena dapat menghambat kita untuk mendapatkan jodoh, dilarang memotong kuku pada hari Sabtu karena dapat menghambat kita dalam mendapatkan rejeki dan masih banyak lagi. Selanjutnya, kearifan lokal yang masih tumbuh dan berkembang di masyarakat pegunungan dan pedesaan adalah gotong royong. Gotong royong merupakan hal yang hanya dapat kita temui di wilayah pedesaan maupun pegunungan. Contoh bentuk gotong royong di wilayah pedesaan adalah ketika ada orang yang membangun rumah. Tanpa harus meminta bantuan terlebih dahulu, tetangga-tetangga di sekitar rumah pasti berdatangan untuk membantu.
3. Cerita Dibalik Kesenian dan Kebudayaan Pangandaran
Kebudayaan dan kesenian yang ada di wilayah Kabupaten Pangandaran itu terbilang lumayan banyak. Untuk itu kita perlu mengetahui seluk beluk cerita dibalik kebudayaan dan kesenian yang tumbuh dan berkembang di wilayah Kabupaten Pangandaran tersebut. Dari sekian banyak kebudayaan dan kesenian, Bapak Aceng Hasyim selaku Ketua Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran hanya menceritakan sejarah terbentuknya Ronggeng Gunung (kebudayaan khas milik Kabupaten Pangandaran).
Pada zaman dahulu, Pangandaran memiliki dua buah kerajaan yaitu Kerajaan Galuh Pangauban dan Kerajaan Galuh Tanduran. Menurut para ahli sejarah, sekitar abad ke-XVI M Kerajaan Galuh Pangauban itu berdiri dan berlokasi disekitar Ciputra Pinggan Kecamatan Kalipucang. Raja dari Kerajaan Galuh Pangauban yang terkenal yaitu Prabu Haur Koneng atau yang dikenal masyarakat setempat sebagai Prabu Cipta Sahyang. Beliau memiliki tiga orang anak yaitu Maharaja Upama (Prabu Anggalarang), Sereupan Agung (kerajaannya terletak disekitar Cijulang), dan Maharaja Cipta Permana (kerajaannya diberi nama Bojong Galuh dan terletak di Cimaragas). Dari Maharaja Cipta Permana inilah yang nantinya melahirkan raja-raja yang ada di Galuh (Ciamis). Jadi, sebenarnya raja-raja yang berkuasa di Ciamis masih merupakan keturunan Prabu Haur Koneng.
Suatu hari, salah satu putra Prabu Haur Koneng yaitu Prabu Anggalarang menginginkan sebuah kerajaan kecil untuknya. Kemudian Prabu Haur Koneng mengabulkan permintaan putranya tersebut. Berawal dari keinginan inilah yang menjadi dasar didirikannya Kerajaan Galuh Tanduran yang berlokasi di Pananjung Pangandaran. Situs Batu Kalde yang ada di Pananjung Pangandaran merupakan salah satu bukti peninggalan Kerajaan Galuh Tanduran. Dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang raja, Prabu Anggalarang memilki seorang prameswari yang bernama Dewi Rengganis. Dimana Dewi Rengganis ini memiliki wajah yang cantik jelita. Karena kecantikannya tersebut, timbulah niatan dari para perompak (dikenal oleh masyarakat setempat sebagai Bajo) untuk merebut Dewi Rengganis dari tangan Prabu Anggalarang. Selain untuk merebut Dewi Rengganis, serangan mereka juga bertujuan untuk menguasai perdagangan terutama di wilayah Pangandaran. Niatan para perompak untuk menyerang Kerajaaan Galuh Tanduran semakin kuat setelah mengetahui bahwa Kerajaan Galuh Tanduran tidak memiliki prajurit.
Untuk menghindari serangan, Prabu Anggalarang dan Dewi Rengganis melarikan diri ke beberapa tempat. Tempat yang dijadikan pelarian secara berurutan yaitu Babakan, Cikembulan, Batu Hiu, Cijulang, dan ke daerah pegunungan. Pada saat pengejaran, Prabu Anggalarang dan Dewi Rengganis berpisah. Prabu Anggalarang melarikan diri ke arah Desa Ciparakan dan Dewi Rengganis melarikan diri ke arah sebaliknya. Pada akhir pengejaran, Prabu Anggalarang akhirnya terbunuh di daerah Desa Ciparakan, sedangkan Dewi Rengganis berhasil selamat dari pengejaran para perompak. Sejak tewasnya Prabu Anggalarang, Dewi Rengganis merasa sedih dan beliau ingin sekali balas dendam kepada para perompak yang telah membunuh suaminya. Maka dari itu, Dewi Rengganis bersama rombongannya (perempuan-perempuan dari berbagai desa) sepakat menuju ke daerah Bagolo untuk melakukan penyamaran dalam bentuk tarian ronggeng dengan mengenakan sarung yang dipakai untuk menutupi kepala hingga setengah badan ke bawah. Adegan tersebut akhirnya bisa mengelabuhi komplotan Bajo hingga membuat komplotan Bajo terlena, baru kemudian disandera dan dibunuh satu persatu oleh rombongan Dewi Rengganis.
Mulai hari itu, tarian ronggeng ini tumbuh dan berkembang di wilayah Pangandaran. Tari ronggeng ini terkenal dengan sebutan Ronggeng Gunung. Tarian Ronggeng Gunung merupakan sebuah tarian yang digunakan untuk mengenang dan mengembalikan Prabu Anggalarang serta memiliki tujuan yaitu mengajak para kaum muda untuk ikut serta menjadi prajurit Kerajaan Galuh Tanduran dan untuk membalas dendam kepada para perompak (Bajo) yang telah membunuh Prabu Anggalarang.
Ronggeng gunung ini tumbuh subur di wilayah Sidamulih, Parigi, Kalipucang, dan Padaherang. Eksistensi Ronggeng Gunung kini bertransformasi menjadi Ronggeng Kaleran (biasa ditampilkan dalam acara pernikahan, menyambut seseorang, hajatan, dan lain-lain). Perbedaan Ronggeng Gunung dengan Ronggeng Kaleran itu terletak pada penarinya. Dalam Ronggeng Gunung penari bertugas sekaligus sebagai juru kawih (sinden), sedangkan pada Ronggeng Kaleran penari dan juru kawihnya berbeda orang.
4. Peran Disbudpar dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran
Bapak Aceng Hasyim menjelaskan bahwa peran Disbudpar dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran itu melalui diadakannya event-event kebudayaan. Hampir seluruh event kebudayaan yang ada di Kabupaten Pangandaran itu merupakan hasil kerja keras Disbudpar. Festival-festival yang menjadi bagian agenda Disbudpar setiap tahunnya antara lain Festival Layang-Layang, Hajat Laut, Karnaval Budaya, Pesona Purnama Pesisir, dan masih banyak lagi.
5. Strategi promosi guna mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran
Ketua Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran, Bapak Aceng Hasyim mengatakan bahwa belum ada promosi khusus untuk bidang kebudayaan. Kebanyakan promosi itu dilakukan untuk bidang pariwisata. Untuk bidang kebudayaan biasanya promosi dilakukan dari mulut ke mulut, melalui baliho yang didirikan di setiap sudut jalan hanya kurang 1 bulan dari acara, web Dinas Pariwisata, dan masih banyak lagi.
6. Media yang Digunakan untuk Promosi
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa media yang digunakan untuk melakukan promosi itu hanya dari mulut ke mulut, baliho yang dipajang disetiap sudut jalan, brosur yang dibuat dan disebarkan sebulan sekali (biasanya berisi penjelasan mengenai destinasi wisata), pameran kebudayaan, event-event diadakan melalui kerja sama dengan beberapa media untuk publikasinya, dan web Dinas Pariwisata.
7. Kendala atau Hambatan dalam Mengembangkan Kebudayaan dan Kesenian di Pangandaran
Bapak Aceng Hasyim selaku Kepala Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran menjawab secara jujur bahwa kendala atau hambatan dalam mengembangkan kebudayaan di Pangandaran itu hanya masalah dana. Pemerintah Kabupaten Pangandaran saat ini sedang memprioritaskan tiga aspek yaitu pembangunan sarana dan prasarana Pangandaran, pembangunan pendidikan, dan pembangunan kesehatan. Jadi untuk masalah kebudayaan dan kesenian biasanya pendanaannya dipersulit.
8. Strategi yang Dilakukan untuk Menangani Hambatan atau Kendala dalam Mengembangkan Kebudayaan dan Kesenian di Pangandaran
Seperti yang telah dipaparkan di atas bahwa kendala utama Disbudpar dalam mengembangkan kebudayaan dan kesenian di Pangandaran adalah masalah dana. Untuk mengatasi hal ini, pihak Disbudpar menjalin kerjasama dengan beberapa sponsor. Selain pihak Disbudpar mendapatkan keuntungan karena acaranya terselenggara secara mulus, pihak sponsor juga mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang didapat pihak sponsor antara lain mereka bebas menunjukkan atau memperkenalkan brand dagang mereka kepada pengunjung yang datang ke event-event kebudayaan.
9. Agenda Acara yang Berkenaan dengan Kebudayaan dan Kesenian
Bapak Aceng Hasyim menjelaskan bahwa Pangandaran memiliki beberapa event-event kebudayaan. Ada event yang telah dilaksanakan ada pula event yang masih menjadi rencana. Event kebudayaan yang sudah terlaksana adalah karnaval kebudayaan di lingkup Pangandaran dan pengiriman Duta Seni Pangandaran ke Sukabumi dalam rangka menyambut ulang tahun daerah Sukabumi. Pengiriman Duta Seni Pangandaran ini mendapatkan tanggapan dan sambutan yang luar biasa dari Walikota dan masyarakat Sukabumi. Untuk event-event yang masih menjadi agenda antara lain Festival Layang-Layang, Hajat Laut, Pesona Purnama Pesisisir, Festival Surfing dan Festival Kebudayaan dalam rangka menyambut ulang tahun Kabupaten Pangandaran pada bulan September mendatang. Nama dari setiap event itu berbeda-beda tetapi substansinya tetap mengedepankan kebudayaan. Event-event kebudayaan ini dilakukan secara rutin tiap tahun. Pada tahun 2018, Bidang Kebudayaan berencana untuk mengadakan sajian kesenian khas setiap pekan di panggung terbuka yang terletak di Pamugaran.
Pelaksanaan event-event tersebut sudah terjadwal dan disesuaikan dengan kondisi tertentu. Misalnya untuk menetukan kegiatan Hajat Laut itu masih menggunakan kearifan lokal. Biasanya berkaitan dengan Bulan Muharam dan Jum’at pertama pada Bulan Muharam. Kemudian, Festival Layang-Layang biasanya diadakan pada Bulan Juli dan disesuaikan dengan kondisi angin sama seperti halnya dengan Festival Surfing yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi angin.
Di tengah penjelasannya, Bapak Aceng Hasyim mengatakan bahwa Pangandaran itu perlu kreatifitas. Selain seni tradisi, di kabupaten/kota lain itu sedang gencar dilakukannya event-event seperti karnaval. Sampai-sampai beberapa daerah yang tidak memiliki destinasi wisata mampu mencipatakan destinasi wisata berupa karnaval budaya seperti di Purwakarta. Tidak perlu menampilkan yang hebat-hebat, yang sederhana saja tetapi menarik minat banyak orang. Pangandaran itu sangat memerlukan sentuhan kreatifitas dari mahasiswa Universitas Padjadjaran yang ada di Pangandaran. Untuk itu, aspek sosial dari mahasiswa ini sangat dinanti-nantikan oleh kami, terutama dalam bidang kebudayaan.
Selanjutnya, Bapak Aceng Hasyim menjelaskan bahwa program unggulan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini adalah Karnaval Budaya. Diadakannya Karnaval Budaya ini diharapkan mampu mengembangkan masyarakat yang ada di Pangandaran. Baik itu masyarakat tani, pedagang, nelayan, seniman, mahasiswa dan masih banyak lagi. Selain untuk mengembangkan masyarakat, Karnaval Budaya ini juga diharapkan mampu menambah detinasi wisata yang ada di Pangandaran. Bapak Aceng Hasyim ini sangat menginginkan Pangandaran bukan hanya terkenal dari aspek pariwisatanya saja tetapi juga dari aspek kebudayaan.
10. Reaksi Masyarakat dan Wisatawan yang Hadir Dalam event-event Kebudayaan yang Diselenggarakan oleh Disbudpar
Menurut Bapak Aceng Hasyim, masyarakat dan wisatawan yang menghadiri event-event kebudayaan tentu saja merasa senang. Untuk masyarakat, mereka senang karena mereka bisa berjualan ataupun melakukan sesuatu yang dapat menambah penghasilan mereka. Kemudian untuk wisatawan sendiri, mereka merasa senang karena selain mendapatkan pengalaman yang luar biasa tentang kebudayaan Pangandaran, wisatawan juga akan memperoleh pengetahuan. Wisatawan yang awalnya tidak mengetahui kebudayaan Pangandaran, setelah mengahadiri event-event kebudayaan pasti menjadi langsung tahu kebudayaan dan kesenian yang ada di Pangandaran. Selain itu, wisatawan akan merasa semakin senang apabila mengahadiri Hajat Laut --Karena dalam acara tersebut kita boleh memakan sepuasnya secara gratis. Hal inilah yang biasanya ditunggu-tunggu oleh sebagian besar wisatawan maupun masyarakat lokal.
11. Peran Komunitas Budaya dalam pengembangan budaya dan kearifan lokal di Pangandaran.
Komunitas Budaya yang ada di Pangandaran memiliki peran untuk menjembatani kepentingan pemerintah dalam kerangka penertiban administrasi. Siapa saja boleh mendirikan lingkung seni atau kelompok seni, namun penentu kelayakan tetap berada di tangan pemerintah. Pemerintah itu berfungsi untuk turut serta memberikan rekomendasi layak dan tidaknya sebuah kelompok diberikan ijin operasional seni. Setiap lingkung seni atau kelompok seni harus memiliki ijin dari pemerintah Kabupaten Pengandaran. Kelompok-kelompok seni yang hendak didirikan harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti data anggota kelompok seni yang berupa fotocopy KTP, keterangan domisili dari Ketua RT, jumlah peralatan, jadwal kegiatan, dan masih banyak lagi. Hal ini bertujuan agar pemerintah juga dapat mengawasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh kelompok seni yang ada di Pangandaran dan mengetahui peralatan apa saja yang kurang.
Kemudian peran komunitas budaya yang kedua adalah kerjasama dalam pembinaan seni. Misalnya dibutuhkan seni X untuk duta seni diluar Kabupaten Pangandaran. Maka, Disbudpar bertanggung jawab menanyakan dan memilih komunitas mana yang layak untuk dikirim. Adanya komunitas-komunitas seni ini berguna sabagai wadah untuk mengembangkan bakat dan minat orang-orang di Pangandaran. Dalam berbagai festival yang diselenggarakan oleh Disbudpar komunitas-komunitas seni juga sering diundang untuk meramaikan acara.
12. Peninggalan sejarah yang ada di wilayah Pangandaran
Ketua Bidang Kebudayaan Kabupaten Pangandaran menuturkan bahwa bidang kebudayaan itu memiliki dua bidang garapan, yang pertama bidang kesenian dan kebudayaan dan yang kedua bidang sejarah dan purbakala. Tinggalan purbakala dan sejarah yang ada di Pangandaran itu terletak di Gua Sukareregan di daerah Selasari, Parigi. Disana teridentifikasi ada tinggalan pra sejarah berupa moluska (cangkang kerang) yang telah menjadi fosil atau sering disebut “kjokenmandinger (sampah dapur)’ , manik-manik mutiara (mas kawin pada masa purbakala), gerabah purba, dan perkakas untuk berburu (mata panah yang terbuat dari bebatuan inti). Periode klasik, tinggalannya berupa candi. Dan yang terakhir adalah tinggalan kolonial yang berupa rel kereta api.
B. Hasil Wawancara dengan Ketua Kompepar
1. Pengertian Kompepar
Bapak Edi memberikan penjelasan bahwa kompepar merupakan kelompok masyarakat penggerak pariwisata yang dibentuk oleh pemerintah melalui dinas pariwisata. Sesuai dengan intruksi dari kemempar, kompepar ada di provinsi, kabupaten dan di tiap-tiap destinasi pariwisata. Dibentuknya kompepar tidak berdasarkan wilayah pemerintahan, melainkan per destinasi wisata bukan per kecamatan atau desa. Anggota kompepar terdiri atas tokoh masyarakat, pelaku usaha dan berbagai elemen yang ada di wilayah destinasi tersebut termasuk wilayah pemerintah setempat.
2. Lama Pendirian Kompepar Kabupaten Pangandaran
Bapak Edi menuturkan bahwa, kompepar kabupaten Pangandaran sudah berdiri sejak lama menginduk ke pemerintah kabupaten Ciamis dan hanya ada di tiap DTW saja. Setelah Pangandaran memisahkan diri menjadi kabupaten baru, secara resmi kompepar kabupaten Pangandaran di bentuk pada tanggal 1 Mei 2015, maka terhitung sudah dua tahun lebih kompepar kabupaten Pangandaran berdiri.
3. Peran Kompepar Kabupaten Pangandaran dalam Mengembangkan Kesenian dan Kebudayaan Pangandaran
Bapak Edi menuturkan bahwa, kompepar berperan sebagai pendukung dengan cara memfasilitasi kegiatan-kegiatan budaya. Dalam kompepar terdapat bidang seni budaya yang dikhususkan untuk menginvertarisir kesenian-kesenian dan kebudayaan yang ada di masyarakat. Seperti kegiatan Hajat Leuwueng di desa Salasari kompepar ikut berpartisipasi dalam kegiatan diskusi atau sharing bagaimana cara pengemasan acaranya. Beliau juga mengatakan bahwa ia sendiri memiliki pengalaman dalam bidang event organizer, sehingga bisa memberikan saran secara teknis dalam proses dan tahapan produksi sampai pelaksanaan sebuah acara termasuk dalam pembuatan rencana anggaran, layout, dekorasi, juga kostum sehinggga sebuah acara bisa terlaksana dan memiliki keunikan tersendiri.
4. Event yang Pernah Dilakukan dan Diikuti Oleh Kompepar Kabupaten Pangandaran
Menurut Bapak Edi, kegiatan yang pernah dilaksanakan dam diikuti oleh kompepar kabupaten Pangandaran diantaranya:
Hajat Laut, merupakan kegiatan yang rutin dilaksanakan oleh kompepar kabupaten Pangandaran setiap satu tahun sekali. Dilaksanakan pada muharam atau tahun baru islam karena dinilai suci, khusunya pada hari Jumat Kliwon. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan cara memotong kepala kerbau yang kemudian di lempar ke laut, hal itu dilakukan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Pangandaran atas hasil laut yang mereka dapatkan.
Pesona Purnama Pesisir yaitu pementasan seni tradisi berkaitan dengan adat kebiasaan disaat bulan purnama biasanya masyarakat melakukan kegiatan yang di sebut “ngabungbang” yaitu keluar dari rumah dan melaksanakan kegiatan seperti anak-anak yang melakukan permainan tradisional, atau pun orang tua yang bercengkrama bersama. Konsepnya memang di dasarkan pada saat bulan purnama, sehingga dinamakan Pesona Purnama Pesisir. Tahun lalu kegiatan tersebut sudah dilaksanakan dengan tema kesenian “buhun” yang ada di pesisir, pelakasanaannya mengikuti agenda milangkala kabuapten pada bulan Oktober. Untuk tahun ini rencanyanya akan diadakan kembali dengan tema “kaulinan barudak” pada bulan Juli dan sudah masuk ke agenda dinas pariwisata. Secara tanggal masih tentatif, bergantung pada purnamanya jatuh pada tanggal berapa namun pelaknsanakannya tetap di akhir pekan yaitu malam minggu, maka akan dicari minggu mana yang paling mendekati. Akan tetapi bapak Edi berharap pelaksanaannya bisa pas pada tanggal 14 bulan jawa.
Festival Alam Seni Budaya Kampung Singkur yang dilaksanakan di DTW Jojogan, dalam hal ini kompepar kabupaten Pangandaran hanya sebagai supporter atau partisipan karena pelaksanaannya dilakulan oleh kompepar DTW Jojogan sendiri. Kegiatan ini bukan sebuah kegiatan yang diambil dari kebiasaan atau tradisi setempat, melaikan diciptakan atau sesuatu yang baru diadakan.
Hajat Lewueung di desa wisata Salasari pada bulan Agustus, yaitu berupa kegiatan pagelaran seni tradisional, yang diproses dikhususkan pada kesenian yang ada di masyarakat disana. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengakamodir dan melestarikan apa yang menjadi kebiasaan orang tua jaman dulu sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
5. Pelopor Kegiatan Kompepar di Kabupaten Pangandaran
Bapak Edi menyatakan bahwa, kegiatan-kegiatan yang dilakakukan dan diikuti kompepar kabupaten Pangandaran banyak dipelopori oleh beliau sendiri sebagai ketua kompepar kabupaten Pangandaran khususnya secara tradisi.
6. Penghargaan yang Diperoleh Kompepar Kabupaten Pangandaran
Penghargaan-penghargaan yang pernah diperoleh Kompepar Kabupaten Pangandaran antara lain sebagai berikut :
§ Peserta Forum Komunikasi Antar Pelaku Industri Pariwisata Tahun 2017 Diberikan Kepada Bapak Edi Rusmiadi
§ Peserta Pelatihan Usaha Pariwisata Bidang Usaha Mice Tahun 2017 Diberikan Kepada Bapak Edi Rusmiadi
§ Peserta Bimbingan Teknis Pengelolaan Wisata Pedesaan Dan Perkotaan Diberikan Kepada Bapak Edi Rusmiadi
§ Peserta sebagai Pengembang Pariwisata Di Indonesia Dari Traveloka Diberikan Kepada Kompepar Kabuapten Pangandaran.
§ Peningkatan Produk Wisata Pedesaan dan Perkotaan Tahun 2015 Diberikan Kepada Kabupaten Pangandaran
§ Perserta Konferensi Nasional Tata Kelola Destinasi Wisata Tahun 2015 Diberikan Kepada Bapak Edi Rusmiadi
Dan masih banyak lagi penghargaannya yang diterima oleh Kompepar kabupaten Pangandaran.
7. Hambatan yang Dihadapi Kompepar Kabupaten Pangandaran dalam Menjaga dan Mengembangkan Kebudayaan di Pangandaran
Bapak Edi menyatakan bahwa, banyak orang yang menentang dan sudah beberapa tahun meninggalkan tradisi yang biasa dilakukan pada pelaksanaan kegiatan hajat laut. Ada tekanan dari pihak para ulama yang mengklaim trasidi hajat laut sebagai bentuk bid’ah karena adanya ritual di dalam pelaksanan proses hajat laut yang mana di dalam islam tidak ada istilah atau kegiatan ritual seperti yang biasa dilakukan dalam hajat laut. Beliau juga mengatakan Pemerintah pun tidak terlalu memberikan dukungannya secara materi, contohnya pada pelaksanaan hajat laut tahun lalu yang sama sekali tidak diberikan anggaran dana dari pemerintah. Pelaksaan hajat laut tahun lalu, anggarannnya di dapat murni dari penggalangan dana dari masyarakat Pangandaran yang masih ingin memepertahankan kegiatan hajat laut tersebut. Bapak Edi juga menuturkan bahwa pemerintah kurang bisa memfasilitasi permasalahan bid’ah tersebut.
8. Strategi Mempromosikan Kesenian dan Kebudayaan Pariwisata oleh Kompepar
Menurut bapak Edi, cara mempromosikan kesenian dan kebudayaan Pariwisata di Pangandaran adalah dengan cara menjaga tradisi ritual dalam kegiatan-kegiatan kebudayaan yang diadakan karena hal itu bisa menjadi daya tarik wisata dan merupakan sesuatu yang unik. Tradisi tidak bisa dilaksanakan setiap waktu, ini yang membedakatan tradisi dengan kesenian lain ronggeng misalnya. Tradisi berkaitan dengan ritual, karena waktu pelaksaannnya sudah ditentukan. Contohnya hajat laut, yang harus dilaksanakan pada bulan muharam dan hari Jumat Kliwon, hal ini akan menimbulkan pertanyaan mengapa harus pada bulan dan hari tertentu, dan itu merupakan sesuatu yang wajar.
Bapak Edi juga menuturkan bahwa, salah satu cara mempromosikan sebuah daerah wisata bisa juga dengan cara menciptakan sebuah event, seperti Festival Alam Seni Budaya di Jojogan. Akan tetapi untuk menciptakan sebuah event sehingga menjadi sebuah brand suatu daerah butuh waktu yang lama dan dilakukan secara terus-menerus. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan secara terus menerus secara cepat atau lambat akan menarik perhatian orang untuk melihat, sehingga berduyun-duyun datang ke Pangandaran. tentunya kegiatan tersebut juga harus didukung oleh pemerintah sehingga bisa terjaga dan diteruskan oleh generasi muda.
9. Harapan Bapak Edi Rusmiadi Kepada Pemerintah Kabupaten Pangandaran
Bapak Edi berharap pemerintah memberikan dukungannnya dalam melestarikan kebudayaan dan tradisi kabupaten Pangandaran, jangan samapai slogan lestarikan budaya hanya sebatas omongan saja tapi tidak ada pelaksasaan yang nyata. Beliau yakin bahwa apapun kegiatan kebudayaan yang dilakukan memiliki hal yang positif karena memang pada dasarnya kegiatan-kegiatan kebudayaan itu dilakukan sebagai bentuk rasa syukur. Hanya saja caranya yang berbeda karena keterbatasan pengetahuan orang-orang yang terdahulu, intinya yang diambil adalah subtansi yang positifnya dan diberikan penjelasan atau meluruskan bahwa tujuan utamanya adalah ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Adapun mengenai nama-nama tokoh yang disebutkan dalam ritual-ritual juga merupakan ucapan terima kasih karena memang dianggap berjasa dalam pengembangan suatau daerah tertentu, dalam hal ini daerah Pangandaran. Bapak Edi juga mengatakan bahwa ini tidak ada bedanya dengan kebiasaan kita mendoakan orang tua kita yang sudah tiada atau mengenang jasa para pahlawan umumnya, karena dibalik setiap hal itu pasti meiliki hikmah dan manfaatnya. Dengan adanya kegiatan ritual itu misalnya maka akan terjadi silaturahmi sehingga nilai-nilai budaya seperti kebersamaan, gotong royong akan terjaga. Kesenian merupakan hasil olah rasa, dan tidak terbentuk secara sembarangan tidak semua orang bisa menciptakannnya, oleh karena itu merupakan sesuatu yang wajar apabila kita memberika ucapan terima kasih terhadap para tokoh yang berjasa dalam kebudayaan dengan cara mendoakannnya.
Bapak Edi juga berharap pemerintah juga bisa lebih memperhatikan kesejahteraan para pelaku budaya, berikan jaminan kepada mereka sehingga bisa meneruskan generasi selanjutnya dengan cara memberikan uapah dari pelatihan yang mereka berikan. Atau pun event dengan secara berkala, sehingga mereka bisa fokus pada bidang seni budaya dan mendapatkan penghasilan yang cukup dari sana.
10. Sikap Bapak Edi sebagai Ketua Kompepar mengenai Adanya Pencampuran Budaya
Menurut Bapak Edi, perkembangan jazam akan terus maju, di era globalisasi masyarakat dengan mudah bisa melihat budaya luar seperti budaya Barat dan Cina maupun juga budaya kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan sebagainya. Secara umum memang sangat terlihat perbedaannya dalam hal fisik, khusunya pakaiannya jika dibandingkan dengan kebudayaan di desa Salasari Pangandaran. Bapak Edi berharap perbedaan yang ada itu tidak berpengaruh terhadap kebiasaan di masyarakat Pangandaran, masyarakat tidak perlu meniru bagaimana cara orang luar berpakaian misalnya, tetapi tetap berpakaian seperti kebiasaan sendiri. Contohnya jika orang luar sering menggunakan celana jeans, maka masyarakat khususnya perempuan yang terbiasa menggunakan samping atau kebaya diharapkan tetap mengenakan samping dan kebaya. Akan tetapi hal itu tidak bisa diatur secara mudah karena hal itu merupakan ranah pribadi, maka setidaknya kebiasaan itu bisa dijaga melalui sebuah kegiatan atau event yang diadakan oleh kompepar pemerintah kabupaten sampai komunitas budaya. Perubahan kabupaten Pangandaran menjadi suasana kota sangat dirasakan oleh bapak Edi, mulai fashion dan banyaknya hotel-hotel yang telah dibangun dan itu semua merupakan tuntutan jazam. Tetapi kita bisa pererat dan perkuat penjagaan kebudayaan yang dimiliki melalui silaturahmi dan komunikasi dengan teman-teman dan saudara asli yang tinggal di Pangandaran baik sejak dulu maupun sekarang.
C. Hasil Wawancara dengan Bapak Asep Kartiwa
1. Komunitas yang Didirikan Oleh Bapak Asep Kartiwa
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa beliau adalah salah satu tokoh yang aktif dalam mengembangkan kesenian, kebudayaan, dan pariwisata yang ada di Pangandaran. Beliau menghabiskan umurnya untuk mendorong masyarakat guna mengembangkan potensi-potensi yang ada di Pangandaran terutama dalam bidang kesenian dan kebudayaan. Salah satu bentuk kiprah nyata dari Bapak Asep Kartiwa ini adalah beliau mendirikan sebuah komunitas di Desa Margacinta. Komunitas ini beliau beri nama Desa Wisata Margacinta. Dalam komunitas tersebut beliau menjabat sebagai pendiri sekaligus pengelola. Pendirian komunitas ini tentu tidak dilakukan seorang diri, Bapak Asep Kartiwa ini bekerja sama dengan kepala desa beserta jajarannya dan bekerja sama dengan pihak Kompepar (Kelompok Masyarakat Penggerak Pariwisata) juga.
Kesenian dan kebudayaan yang tergabung dalam komunitas ini terhitung banyak. Mulai dari kesenian badud, kesenian rengkong, kesenian gondang, terbang, dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak kesenian yang tergabung di Desa Wisata Margacinta, kesenian yang ditonjolkan adalah kesenian badud. Alasan kesenian badud ditonjolkan dalam Komunitas Desa Wisata Margacinta adalah karena kesenian badud merupakan kesenian asli yang sudah lama tumbuh dan berkembang di Desa Margacinta.
2. Lama Pendirian Komunitas Desa Wisata Margacinta
Menurut Bapak Asep Kartiwa, komunitas Desa Wisata Margacinta ini secara resmi didirikan 3 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 2014. Komunitas ini didirikan atas dasar inisiatif Bapak Asep Kartiwa mengingat tidak ada wadah yang menaungi berbagai kesenian dan kebudayaan yang berkembang di Desa Margacinta. Meskipun baru berdiri selama 3 tahun, komunitas Desa Wisata Margacinta ini telah meraih banyak sekali penghargaan dan telah melakukan beberapa event kesenian dan kebudayaan.
3. Alasan Mendirikan Komunitas Desa Wisata Margacinta
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa alasan paling mendasar beliau mendirikan komunitas Desa Wisata Margacinta adalah belum adanya wadah untuk menaungi berbagai kesenian, kebudayaan, dan pariwisata yang ada dan tumbuh berkembang di Desa Margacinta. Selain itu, alasan lain beliau mendirikan komunitas ini adalah karena alasan-alasan sosial seperti komunitas ini butuh koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pangandaran, komunitas ini membutuhkan legalitas dari Pemerintah Kabupaten Pangandaran, dan masih banyak lagi.
4. Pelopor Pendirian Komunitas Desa Wisata Margacinta
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelopor dari komunitas Desa Wisata Margacinta ini adalah Bapak Asep Kartiwa. Dalam mendirikan komunitas, Bapak Asep Kartiwa bekerjasama dengan kepala desa Margacinta beserta jajarannya dan bekerjasama dengan pihak Kompepar untuk pengkoordinasiannya.
5. Hambatan dalam Mendirikan Komunitas Desa Wisata Margacinta
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa hambatan dalam mendirikan komunitas Desa Wisata Margacinta adalah masyarakat di Desa Margacinta itu sendiri. Kebanyakan penduduk di Desa Margacinta pengetahuannya tentang pariwisata, kesenian. dan kebudayaan masih sangat minim. Mereka hanya sekedar mengetahui bahwa Pangandaran merupakan daerah wisata namun mereka belum tahu harus berbuat apa untuk mengembangkan daerah-daerah wisata maupun kesenian dan kebudayaan yang mereka miliki. Seperti di Desa Margacinta, awalnya kesenian badud itu tumbuh dibiarkan begitu saja tanpa adanya suatu pengkoordinasian. Kemudian, Bapak Asep Kartiwa bersama kepala desa Margacinta berinisiatif untuk membuat sebuah komunitas yang mencakup kesenian, kebudayaan, dan pariwisata. Selain digunakan untuk mengembangkan potensi, minta dan bakat, komunitas ini juga bisa digunakan sebagai tempat memberikan wawasan mengenai pariwisata, kesenian, dan kebudayaan . Sehingga masyarakat itu tidak hanya pasif menunggu kesenian dan kebudayaan berkembang saja, tetapi masyarakat ikut berperan aktif dalam mengembangkan kesenian dan kebudayaan di daerah kabupaten Pangandaran.
6. Peran Komunitas Desa Wisata Margacinta dalam Mengembangkan Kesenian dan Kebudayaan Pangandaran
Menurut Bapak Asep Kartiwa komunitas Desa Wisata Margacinta ini sangat berperan dalam mengembangkan kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran. Peran dasar komunitas ini adalah sebagai wadah untuk mengembangkan segala minat, bakat dan potensi yang dimiliki penduduk di Desa Margacinta baik di bidang kesenian dan kebudayaan maupun di bidang pariwisata. Komunitas ini juga berperan dalam memperkenalkan kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran ke kancah nasional maupun internasional melalui berbagai event-event kesenian dan kebudayaan. Selain itu, komunitas ini juga berfungsi untuk mengorganisir setiap kesenian, kebudayaan, dan pariwisata yang ada di Desa Margacinta sehingga memudahkan koordinasi ke pihak Pemerintah Kabupaten Pangandaran.
7. Event yang Pernah Dilakukan dan Diikuti Oleh Komunitas Desa Wisata Margacinta
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, meskipun komunitas ini baru bediri selama 3 tahun, komunitas Desa Wisata Margacinta telah melakukan dan mengikuti beberapa kegiatan di bidang kesenian dan kebudayan. Salah satu event yang sering dilakukan di Desa Margacinta yaitu acara halal bihalal. Acara halal bihalal ini merupakan acara rutin yang berbasis agama, meskipun berbasis agama dalam acara ini selalu ditampilkan kesenian badud. Acara ini telah dilakukan sebanyak 3 kali di Desa Margacinta. Bapak Asep Kartiwa menuturkan bahwa beliau ingin menyelipkan kesenian dan kebudayan dalam setiap acara-acara yang diadakan di Desa Margacinta. Kesenian yang seringkali meramaikan acara-acara di Desa Margacinta adalah kesenian badud.
Selain acara halal bihalal, acara yang seringkali dilakukan di Desa Margacinta adalah mamarung. Mamarung adalah sebuah acara yang dilakukan pada malam bulan purnama dimana orang-orang di Dea Margacinta saling berbagi makanan. Acara ini adalah salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT karena penduduk di Desa Margacinta mendapatkan hasil bumi dan panen yang melimpah. Acara ini biasanya diramaikan juga dengan kesenian badud.
Disamping acara halal bihalal dan mamarung, acara-acara yang pernah dilakukan oleh komunitas Desa Wisata Margacinta adalah pameran kebudayaan, pameran kuliner, dan pameran destinasi wisata. Acara-acara yang pernah diikuti oleh komunitas Desa Wisata Margacinta sendiri yaitu meramaikan perlombaan karnaval dalam memperingati HUT Kota Sukabumi, menampilkan kesenian badud dalam acara Konferensi Asia Afrika, dan masih banyak lagi.
8. Penghargaan yang Diperoleh komunitas Desa Wisata Margacinta
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa sudah ada banyak sekali penghargaan yang diperoleh komunitas Desa Wisata Margacinta, meskipun baru berdiri selama 3 tahun. Penghargaan-penghargaan tersebut antara lain penghargaan yang ditujukan kepada Bapak Asep Kartiwa sebagai pelopor dan pendiri komunitas Desa Wisata Margacinta dari Provinsi Jawa Barat, penghargaan sebagai peserta dalam berbagai acara kesenian dan kebudayaan, para pemandu wisata/guide yang tergabung ke dalam komunitas Desa Wisata Margacinta sudah banyak yang mendapat ISLA (sertifikat internasional dari Amerika), penghargaan sebagai juara ke-2 dalam perlombaan karnaval untuk memperingati HUT Kota Sukabumi, penghargaan di Pasirimpun sebagai kesenian yang unik (pada waktu itu menampilkan kesenian badud) ketika menghibur acara Konferensi Asia Afrika, dan masih banyak lagi.
9. Cerita Di Balik Kesenian Badud
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa kebudayaan yang ditonjolkan di Desa Margacinta itu adalah kesenian badud. Kesenian badud sendiri diciptakan sekitar tahun 1867 yang dipelopori oleh 2 orang tokoh yaitu Ki Ijot dan Ki Ardasim. Asal-usul munculnya kesenian badud ini bermula dari kegiatan para petani di rumah sambil menunggu dan menjaga padi dari serangan serangga, burung, dan hama pengganggu lainnya. Jarak dari rumah petani satu ke rumah petani lain agak berjauhan dan untuk mengetahui apakah ada petani lain yang juga menunggu dan menjaga padi, mereka saling berteriak bersahutan satu sama lain. Satu orang petani berteriak kemudian disahut teriakan oleh petani dari rumah yang berbeda begitu pula seterusnya hingga satu desa ramai akan teriakan-teriakan yang saling bersahutan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan rasa kesal dan bosan ketika menunggu dan menjaga padi dari serangan hama pengannggu. Kebiasaan ini sudah lama ada dan dilakukan oleh masyarakat pedesaan pada jaman dahulu. Lambat laun, munculah tokoh pelopor (Ki Ijot dan Ki Ardasim) dan mereka berinisiatif untuk membuat suatu instrumen musik. Instrumen musik tersebut awalnya terbuat dari bambu, yang apabila dipukul akan berbunyi “tung”. Cara memainkannya sama dengan teriakan yang bersahutan. Bambu di rumah satu dipukul kemudian bambu di rumah lainnya dipukul secara bergantian sehingga terbentuklah irama. Pada tahun berikutnya, instrumen musik ini mengalami perubahan, yang awalnya terbuat dari bambu sekarang terbuat dari kayu pohon pinang. Untuk bagian yang dipuk pada instrumen musik (yang terbuat dari kayu pohon pinang) kesenian badud itu dilapisi oleh kulit hewan yang ada pada waktu itu seperti kulit rusa, kulit kancil, kulit domba dan masih banyak lagi.
Selain untuk membuang rasa kesal dan bosan, kesenian badud ini juga digunakan oleh para petani jaman dahulu untuk menghilangkan rasa capek ketika harus mengangkat padi dari sawah ke rumah. Saat mengangat padi dari sawah ke rumah untuk menghilangkan rasa lelah dan capek, maka dibunyikanlah alat musik ini di sepanjang jalan. Akhirnya, kegiatan ini lama-kelamaan dijadikan sebagai suatu ritual seni. Kegiatan ini secara turun-temurun menjadi suatu tradisi, dimana para petani usai memanen padi mereka selalu membunyikan alat musik untuk mengiringi perjalanan mereka mengangkut hasil panen dari sawah ke rumah. Instrumen musik di kesenian badud itu adalah dog-dog dan angklung. Dog-dog sendiri banyak sekali macamnya. Ada 6 jenis dog-dog yang digunakan dalam kesenian badud sendiri. Kebalikan dari reog, jika dalam reog dog-dog yang paling kecil merupakan dalangnya kalau dalam kesenian badud dog-dog yang paling besarlah yang merupakan dalang. Ukuran dog-dog sendiri sangatlah bervariasi mulai dari yang berukuran besar (tinggi 70cm dan diameter 40 cm) dengan nama badublag, kemudian ada dog-dog dengan ukuran yang lebih kecil dengan nama tilingtit, serta dog-dog yang paling kecil dengan nama tingtit. Untuk angklung sendiri, sebelum kesenian badud tercipta keberadaan angklung sendiri sudah merajalela di Jawa Barat, dan bahkan telah menjadi instrumen musik khas daerah Jawa Barat. Maka dari itu, Ki Ijot dan Ki Ardasim mencoba untuk mengkolaboraika angklung dengan dog-dog dalam kesenian badud. Lagu-lagu yang digunakan dalam kesenian badud sendiri antara lain lagu Budak Ceurik, Sancang, Sisinglar, dan masih banyak lagi.Lagu Budak Ceurik memiliki makna dan tujuan menghibur anak-anak yang merasa lelah dan bosan karena berada di rumah. Kemudian Lagu Sisimplar memiliki makna untuk melindungi/memproteksi tanaman padi dari serangan serangga, burung, kera, babi hutan, dan hama pengganggu lainnya. Selanjutnya adalah Lagu Sancang. Lagu Sancang diciptakan karena masyarakat di daerah Margacinta itu merasa dan percaya bahwa mereka itu merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi dari Kerajaan Galuh Pakuan Padjadjaran.
Pada jaman dahulu kesenian badud ini hanya digunakan dalam kegiatan Mamarung (kegiatan kebudayaan yang dilakukan pada malam bulan purnama yang dilakukan dengan berbagi makanan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT karena hasil bumi dan panen yang melimpah. Dalam acara ini kesenenian badud digunakan sebagai peramai acara.) saja, namun sekarang kesenian badud ini menjadi lebih fleksibel dan sering diundang untuk meramaikan berbagai acara. Acara-acara yang diramaikan oleh kesenian badud antara lain acara hajatan, kunjungan orang penting ke Pangandaran, acar-acara pemerintahan dan masih banyak lagi.
10. Kendala dalam Mengembangkan Kesenian Badud
Bapak Asep Kartiwa menuturkan bahwa kendala utama dalam mengembangkan kesenian badud adalah masalah dana, promosi, aksesibilitas,dan fasilitas. Untuk masalah dana, Bapak Asep Kartiwa menjelaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Pangandaran ini tengah memprioritaskan 3 hal yaitu pembangunan sarana dan prasarana Pangandaran, pembangunan pendidikan, dan pembangunan kesehatan. Jadi untuk masalah kebudayaan dan kesenian biasanya pendanannya dipersulit. Kemudian kendala selanjutnya adalah kurangnya promosi. Promosi sendiri telah dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan menggunakan media sosial, blog, dan bekerjasama dengan beberapa media seperti MNC TV dan ANTV. Meskipun sudah melakukan berbagai macam promosi Bapak Asep Kartiwa merasa bahwa promosi yang dilakukan masih kurang. Kendala yang selanjutnya adalah aksesibilitas dan fasilitas. Aksesibilitas yang dimaksud di sini adalah akses jalan untuk menuju ke komunitas kesenian badud di Desa Margacinta yang sulit dan akses dengan Pemerintah Kabupaten Pangandaran yang sering terhambat karena pemerintah sedang memprioritaskan ketiga hal yang telah disebutkan tadi. Untuk fasilitas, kendala fasilitas yang dimaksud di sini adalah fasilitas yang ada di komunitas kesenian badud masih terbilang minim. Untuk itu pengembangannya menjadi sedikit terhambat.
11. Strategi Mempromosikan Kesenian dan Kebudayaan yang Ada Di Desa Margacinta
Bapak Asep Kartiwa menuturkan bahwa untuk meperkenalkan dan mengekspos kesenian dan kebudayaan yang ada di Desa Margacinta beliau melakukan beberapa promosi. Promosi yang dilakukan adalah dengan menggunakan media sosial seperti instagram. Selain menggunakan media sosial Bapak Asep Kartiwa juga menjalin kerjasama dengan komunitas-komunitas kesenian dan kebudayaan yang lain, mempromosikan lewat blog, bekerjasama dengan beberapa stasiun TV seperti MNC TV dan ANTV untuk meliput kesenian badud, dan masih banyak lagi. Di tengah penjelasannya, Bapak Asep Kartiwa menambahkan bahwa beliau belum mempunyai website resmi untuk mempromosikan kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran karena terkendala dana. Namun, meskipun terkendala dana beliau menuturkan bahwa pembuatan website resmi akan dilakukan secepatnya guna memperkenalkan dan mengekspos kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran. Beliau juga meminta kepada mahasiswa PSDKU Unpad Pangandaran terutama mahasiswa Ilmu Komunikasi untuk dapat membantu pempublikasian kesenian dan kebudayaan yang ada di Kabupaten Pangandaran.
12. Kesenian dan Kebudayaan yang Ada Di Pangandaran Menurut Bapak Asep Kartiwa
Kesenian dan kebudayaan yang ada di Pangandaran itu bukan hanya kesenian badud saja. Ada kesenian rengkong, kesenian gondang, terbang, ronggeng gunung, dan masih banyak lagi. Selain yang disebutkan tadi, di Pangandaran juga terdapat sebuah kesenian yaitu kesenian lebon. Dari pihak Kompepar sendiri, kesenian lebon ini baru dikaji beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya, pihak Kompepar sudah mengetahui keberadaan kesenian lebon sejak dari lama namun baru dikaji beberapa bulan yang lalu. Bapak Asep Kartiwa menganggap bahwa potensi kesenian lebon ini sangatlah luar biasa karena melihat tidak adanya saingan kesenian lebon di Jawa Barat. Kesenian lebon itu hanya ada di daerah Nusa Tenggara Barat. Meskipun sama-sama kesenian lebon tapi kedua kesenian lebon ini tentu memiliki perbedaan. Perbedaannya terletak pada tariannya, kostumnya, dan alat musiknya.
13. Cerita Dibalik Kesenian Lebon
Bapak Asep Kartiwa menjelaskan sejarah terbentuknya kesenian lebon secara singkat. Asal muasal kesenian lebon adalah bermula dari adu pertarungan antar para jawara dari satu kampung dengan jawara yang ada di kampung lain dan pertandingan tersebut diberi nama lebon. Tujuan dari kesenian lebon sendiri pada mulanya ditujukan untuk mencari jawara atau pemenang (orang terkuat). Bahkan, pada jaman dahulu salah satu pemain dari kesenian lebon sampai ada yang meninggal. Sehingga dulu ketika ada kesenian lebon orang-orang pada jaman dahulu datang berbondong-bondong dengan membawa cangkul, linggis, dan parang agar bisa langsung dikuburkan apabila ada pemain yang kalah dan meninggal di tempat.
Adapun peralatan dari kesenian lebon adalah menggunakan pelindung kaki dan tangan yang terbuat dari kulit sapi, kemudian menggunakan pemukul yang terbuat dari rotan, dan tubuh para pemain kesenian lebon ditutupi pelindung dari kain selimut atau sarung. Musik yang digunakan dalam kesenian lebon sendiri adalah music pencak silat karena gerakan kesenian lebon adalah gerakan pencak silat.
14. Pencapaian yang Ingin Dilakukan Oleh Komunitas Desa Wisata Margacinta Untuk Mengembangkan Kesenian dan Kebudayaan Pangandaran.
Bapak Asep Kartiwa menuturkan bahwa beliau ingin sekali kesenian badud menjadi salah satu icon kebudayaan di Pangandaran. Selain itu, Bapak Asep Kartiwa juga berharap kesenian badud dapat menjadi destinasi wisata di bidang kesenian dan kebudayaan tentunya. Menurut beliau, kesenian badud memilki keunggulan apabila dijadikan sebagaia icon kebudayaan Kabupten Pangandaran karena kesenian ini hanya ada di Pangandaran. Daerah lain tidak memiliki kesenian badud. Dari pihak Pemerintah Kabupaten Pangandaran sendiri sebenarnya ingin menonjolkan Ronggeng Gunung sebagai icon kebudayaan Pangandaran, namun yang menjadi masalah adalah Ronggeng Gunung sudah diklaim menjadi kebudayaan khas Kabupaten Ciamis.
15. Harapan Bapak Asep Kartiwa Kepada Pemerintah Kabupaten Pangandaran
Bapak Asep Kartiwa berharap bahwa pihak Pemerintah Kabupaten Pangandaran supaya lebih konsen dan perhatian kepada komunitas-komunitas yang ada di Pangandaran, terutama komunitas Desa Wisata Margacinta. Bapak Asep Kartiwa juga berharap Pemerintah Kabupaten Pangandaran, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Puat menjadikan kesenian badud itu sebagai icon kebudayaan di Kabupaten Pangandaran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sebenarnya Kabupaten Pangandaran itu ingin menjadikan Ronggeng Gunung sebagai icon kebudayaan Kabupaten Pangandaran. Namun yang menjadi masalah adalah Ronggeng Gunung sudah diklaim sebagai kesenian khas milik kabupaten Ciamis. Melihat dari fenomena ini, Bapak Asep Kartiwa ingin sekali mengangkat keberadaan kesenian badud sebagai kesenian khas di Pangandaran. Selain unik, kesenian badud ini merupakan kesenian asli yang hanya dimiliki oleh Pangandaran selain Ronggeng Gunung.
D. Hasil wawancara dengan Ki Adwidi (Ketua Kampung Badud) dan Abah Suha ( Sesepuh )
Awal mula berdirinya kesenian badud adalah jaman dahulu pertama kali di suatu tempat peristirahatan petani ketika mereka sudah beres bercocok tani ( orang sunda menyebutnya Huma) – dulu menanam padi di Huma, petani itu disitu memainkan alat musik yang dinamakan dog-dog dan angklung untuk menakut-nakuti babi hutan yang suka merusak tanaman dan juga menghilangkan kecapean. Lama kelamaan kebiasaan itu dijadikan kesenian atas saran dan inisiatif aki sawijem yang merupakan dukun atau orang yang paling dipercaya saat itu di pamotong, dusun marga jaya, desa marga cinta Pangandaran. kemudian setelah mendengar hal itu kemudian dimusyawarahkan oleh para tokoh.
Kesenian badud yang kita kenal sekarang didalam pagelaranya terdapat hewan-hewanan seperti babi hutan dan harimau, itu merupakan filosofi dari kejadian jaman dahulu , bahwa kesenian badud ini tercipta karena awalnya diguakan untuk menakut-nakuti hewan yang merusak tanaman padi. namun ketika sudah dijadikan kesenian seperti sekarang hal itu menjadi tontonan yang menarik. Badud ini terdiri atas sekumpulan orang, dan orang-orang yang pertama kali mementaskan kesenian ini adalah Aki Hardasim, Aki Rum, Aki Ijot, Aki Item, Aki Iroh, dan Aki Sukinta. Mereka semua adalah rombongan pertama dalam mementaskan kesenian badud. Ketua pertama dari kesenian badud ini adalah Aki Muhamad ali yang memegang sekitar tahun 1965 kemudian lengser kepada aki sukinta menjabat dari tahun 1980 – 1995. Setelah itu barulah sekarang aki adwidi yang menjabat dari tahun 1995 higga saat ini. Berkat beliau juga kesenian badud bisa tenar dan populer.
Kesenian badud ini sudah meraih banyak penghargaan baik di tingkat kabupaten provinsi, tingkat asia pacific, bahkan tingkat dunia. Ketika di tingkat asean dilombakan di purwakarta , ketika di tingkat asia pasifik ditandingkan di sukabumi dan semua itu dimenangi oleh kesenian badud ini. Kesian badud ini bisa memenangkan perlombaan itu karena memiliki cirikhas yang tidak dimiliki kesenian lain, jika kesenian yang lain menggunakan sound system sebagai pengiringnya, namun jika kesenian badud ini tidak memakai alat sound system tetapi bisa menutup suara kesenian-kesenian yang lain, kesenian ini juga terdapat topeng ( dalam istilah sunda) atau yang biasa orang jawa bilang mendem. Selain itu biasanya diiringi dengan upacara sepit, turun mandi, dan gusar.
Badud ini sudah ditenarkan di Jawa Barat dan Pemprov pun mengapresiasi kesenian ini, karena sangat unik. Namun terdapat masalah dalam pola regenerasi kesenian ini, dimana para generasi muda khususnya remaja kurang mengangkat kesenian ini dan hanya orang yang sudah tua saja yang memainkannya. Melihat adanya permasalahan tersebut ketua kesenian badud sekarang ( Ki Adwidi ) menggenjot untuk generasi anak-anak untuk berlatih sejak dini kesenian ini agar timbul kecintaan terhadap badud dan juga dapat terus melestarikan kesenian asli Pangandaran ini. Latihan kesenian badud ini diadakan setiap hari minggu di padepokan Kampung Badud desa marga cinta.
Selain kesenian yang dipertontonkan, di desa marga cinta yang berbarengan dengan badud ini juga terdapat wisata yang dinamakan jembatan pongpet. Jembatan ini baru mulai berdiri sebagai tempat wisata di tahun 2016 yang dulunya itu sering disebut sasak gantung. Objek wisata ini sekarang sudah populer bagi warga Pangandaran karena jembatan ini memiliki keunikan, yaitu jembatannya berwarna-warni seperti pelangi. Menurut info yang kami dapatkan disini tersedia paket untuk berwisata budaya. Didalamnya itu kita bisa belajar kesenian badud dan juga kampong badud.
E. Hasil wawancara dengan Bpk. Erik Krisna Yudha
1. Pengertian Budaya menurut Bapak Erik Krisna Yudha
Sebelum mengetahui lebih lanjut bapak erik menjelaskan pengertian budaya menurutnya. Budaya terbagi menjadi 2 kata yaitu, budi dan daya yang artinya hasil karya ciptaan manusia yang berhubungan dengan seni serta perilaku kebiasaan seseorang yang menjadi sebuah kepercayaan untuk dilakukan. Budaya pun tidak harus yang berhubungan dengan pementasan dan seni, namun kebiasaan atau tingkah laku dalam kehidupan pun termasuk kedalam budaya.
2. Kearifan Lokal yang ada di Pangandaran
Bapak erik selalu pengamat budaya menjelaskan banyak sekali budaya yang ada di daerah Pangandaran, namun semakin berjalannya waktu, kini budaya-budaya tersebut mulai ditinggalkan dan hilang, karena arus globalisasi yang banyak mempengaruhi kedalam budaya dan kearifan lokal yang pada dasarkan harus tetap dilestarikan.
Ada beberapa kearifan lokal yang berbasis kesenian, diantaranya:
Roggeng gunung, merupakan budaya yang memang berencana akan dijadikan sebagai ikon dari Pangandaran sendiri, karena berkaitan dengan sejarah dan cerita dari Pangandaran pada zaman dulu. Ronggeng gunung masih menjadi perdebatan antara kabupaten Ciamis dengan Pangandaran.
Gondang, Kesenian yang menggunakan alat musik dari lisung, yang fungsi utamanya untuk menumbuk padi menjadi beras. Kebiasaa ini dijadikan sebagai kebudayaan yang berbasis kesenian.
Badud, Kesenian yang menggunakan aksesoris dan perlengkapan menyerupai binatang dan alat musiknya menggunakan angklung sama dod-dog.
Selain kebudayaan berbasis seni ada kebiasaan yang sering dilakukan oleh setiap masyarakat pangandaran diantaranya:
Tradisi Teko Beureum, tradisi yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit dengan menggunakan tempat untuk menuangkan air. Teko beureum dapat digunakan untuk mengobati anak yang terkena penyakit panas, cacar serta penyakit lainnya. Selain untuk mengobati penyakit, teko beureum digunakan untuk obat anti hama tanaman padi dan tradisi ini sekarang semakin punah dan jarang masyarakat tahu tradisi ini.
Menurut bapak Erik Krisna Yudha, teko beureum terbuat dari tembaga. Biasanya digunakan para sesepuh untuk berbagai keperluan. Sehingga, masyarakat banyak menilai tradisi tersebut sudah ketinggalan zaman serta kerap dianggap untuk praktek perdukunan. Padahal, menurut beliau secara ilmiah air minum yang didalam teko beureum ternyata ada proses pemurnian secara alami, yakni dapat membunuh semua mikro organisme seperti halnya jamur, ganggang maupun bakteri yang mana sangat membahayakan bagi tubuh. Jadi, minuman yang disimpan menggunakan teko beureum dapat membantu menetralisir racun.
Gusaran, Kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat kepada seoarang anak perempuan untuk membersihkan diri sebelum menuju dewasa, biasanya mereka yang digusaran akan dimandikan dan digosok giginya menggunakan benda yang biasa digunakan untuk gusaran.
Turun Mandi, Budaya yang masih satu rangkain dengan gusaran yaitu memandikan anak-anak, agar lebih bersih dan suci sebelum menuju dewasa. Namun, biasanya turun mandi tidak hanya gusaran saja, namun ketika acara sunatan seorang anak laki-laki pun terdapat kebiasaan turun mandi.
Bapak erik menyebutkan bahwa terdapat ritual setiap tahun yang sering diadakan setiap tahun oleh para masyarakat setempat, seperti Maca Sejarah Cijulang dan pembacaan layang syah. Kebiasaan-kebiasaan tersebut tidak terlalu diperhatikan dan ditinggalkan oleh sebagian besar masyarakat, karena banyak yang lebih mengetahui perkembangan dan budaya modern.
3. Cara mempromosikan Kebudayaan
Menurut bapak erik ada beberapa cara yang dapat mengembangkan dan meningkatkan eksistensi kebudayaan yang ada di Pangandaran, sehingga dapat dikenal dan menjadi sebuah ciri khas bagi Pangandaran sendiri. Ada beberapa cara untuk mempromosikan Kebudayaan Pangandaran, diantaranya:
- Even Tahunan
Dengan mengadakan setiap even tahunan dapat mengembangkan dan tmenigkatkan kebudayaan yang ada serta terus dapat dilihat oleh setiap orang, baik wisatawan maupun masyarakat sekitar. Contoh yang kebiasaan yang terus dilakukan dan menjadi sebuah acara rutin yaitu Hajat laut.
- Promosi Seni Tradisional
Dengan mempromosikan terhadap masyarakat luas dapat menjadikan kebudayaan terus dijunjung tinggi dan berkembang sehingga tidak membuat kebudayaan tersebut tidak hilang dan menjadi sebuah ciri khas disuatu wilayah..
- Revitalisasi
Mengembangkan kembali budaya-budaya yang mulai hilang dan eksistensinya mulai turun, merupakan cara untuk dapat menumbuhkan kembali budaya tersebut agar dapat dinikmati dan terus berdiri sampai menjadi sebuah kebutuhan.
- Media Informasi
Salah satu media yang umum yang sering digunakan untuk menjadikan alat promosi bagi masyarkat umum, karena salah satu media yang umum digunakan untuk mempromosikan suatu acara atau kegiatan.
4. Kendala yang sering dihadapi
Banyak kendala yang dihadapi ketika mempromosikan kebudayaan, yang paling menjadi masalah dalam mengembangkan kebudayaan yaitu kesadaran masyarakat akan kebudayaan yang pada di Pangandaran. Masyarakat kini lebih mengetahui kebudayaan luar yang mereka adopsi dan akulturasi dari wisatawan yang datang dan berkunjung ke Pangandaran. Masyarakat kini mulai meninggalkan kebiasaan yang dulu dibangun oleh nenek moyang dan merupakan sebuah kekayaan budaya untuk terus dinikmati dan dikembangkan. Akibat akulturasi dan globalisasi menjadikan kesedaran akan budaya yang ada menjadi ditinggalkan akibat adanya perkembangan akulturasi dan globalisasi.
Target promosi merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi dalam mempromosikan kebudayaan, karena biasanya orang-orang pada saat ini kurang memperhatikan akan kebudayaan terutama generasi muda kini semakin tidak pernah memperhatikan dan minat terhadap kekayaan budaya yang dimiliki Pangandaran bahkan budaya Indonesia.
F. Hasil wawancara dengan Bapak Husin Al Banjari
1. Budaya Berfikir Masyarakat Pangandaran
Bapak husin merupakan salah satu tokoh budaya Jabar selatan, yang mengetahui banyak mengenai kebudayaan dan sejarah yang ada di Jabar selatan. Menurut bapak husin pengertian budaya sangat beragam tergantung dari jenis budaya tersebut. Bapak husin tidak dapat menjelaskan budaya dari sudut panjang seni, tingkah laku, dan perasaan. Namun bapak husin dapat menjelaskan budaya dari segi berfikirnya manusia. Pada dasarnya sudut pandang budaya terbagi menjadi 4, menurut bapak husin sendiri. Seperti yang sudah disebutkan tadi bapak husin hanya menjelaskan mengenai budaya berfikir.
Budaya berfikir masyarakat pangandaran sangat beragam dan unik sehingga di Pangandaran sangat kaya akan pribahasa atau yang lebih dikenal oleh budaya sunda adalah Uga. Uga merupakan pribahasa atau ramalan ataupun perencanaan yang digunakan pada jaman dahulu oleh para nenek moyang kita. Uga dapat dijadikan sebagai perencaan untuk memperkirakan sesuatu yang akan terjadi. Biasanya uga atau ramalan sering terjadi pada lingkungan tersebut.
Pangandaran merupakan salah satu daerah yang paling banyak mengelurkan uga atau pribahasa. Pangandaran sendiri merupakan daerah pusat yang banyak menggunakan budaya pribahasa atau uga. Uga adalah ciri khas yang unik yang jarang dimiliki oleh daerah lain, yang hanya dimiliki Pangandaran dan ini merupakan sebuah kekuatan untuk menjadikan ciri khas bagi pangandaran sendiri.
Pada zaman dahulu Pangandaran sering menggunakan uga atau pribahasa dan ada beberapa uga yang memang terjadi dan terbukti nyata. Contohnya “Cijulang ngadeug sorangan” yang memang arti nyatanya yaitu bahwa Pangandaran akan berdiri sendiri dan memisahkan diri, dan ternyata sekarang terjadi bahwa pangandaran berdiri sendri, dan memisahkan diri dari Kabupaten Ciamis. Selain uga “Cijulang ngadeug sorangan ada uga yang memang terjadi yaitu “ Nusa wiru tegal papatong”, yang pada akhirnya sekarang nusawiru menjadi bandara, yang memang banyak pesawat terbang. Dari beberapa uga banyak masyarakat yang tidak mengetahui akan uga yang telah lama diucapkan dan diciptakan oleh nenek moyang kita.
2. Hambatan dalam mengembangkan budaya berfikir
Kebudayaan berfikir uga atau pribahasa kini semakin memudar dan makin menghilang, sehingga pada zaman sekarang banyak masyarakat yang belum mengetahui apa itu uga. Banyak masyarakat yang tidak tahu pribahasa, yang memang sering digunakan oleh nenek moyang kita dalam kehidupan sehari-hari.
3. Harapan yang ingin dicapai bagi kebudayaan
Bapak husin mengharapkan adanya pengembangan dan pemahaman bagi masyarakat akan uga atau pribahasa, karena pada hakikatnya Pangandaran ini merupakan salah satu daerah yang kaya akan uga dan pribahsa. Masyarakat Pangandaran agar terus memahami dan mempelajari akan kebudayaan yang telah diturunkan oleh leluhur kita. Pada hakikatnya budaya berfikir ini merupakan sebuah budaya yang sederhana yang sering diungkapkan, namun banyak yang belum mengetahui.
Dengan banyaknya uga bapak husin sendiri mengharapkan dan berimajinasi bahwa suatu saat dapat membuat dan mendirikan sebuah acara atau kegiatan yang berhubungan dengan budaya berfikir. Kegiatan yang diharapakan bapak husin merupakan kegiatan yang dapat meningkatkan masyarakat akan Uga. Kegiatan tersebut dapat berupa pementasan seni yanga berupa alunan pantun dan kecapi yang berhubungan dengan uga, agar setiap wisatawan dapat menikmati dan mengetahui tentang budaya berfikir.
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Dari data yang kami peroleh, kami menyimpulkan bahwa Pangandaran ini sebenarnya memiliki potensi yang sangat luar biasa seperti Bali, apabila para perangkat Pemerintah dan Masyarakatnya dapat mengelola dengan baik. Pangandaran ini memiliki Seni dan Kebudayaan khas seperti Ronggeng Gunung, Badud, Seni Lebon, Gondang , yang tentu saja budaya-budaya ini memiliki nilai tersendiri dibandingkan dengan daerah lain, karena terdapat unsur cerita legenda didalamnya serta terdapat keunikan-keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Tentu saja hal itu merupakan daya tarik untuk para wisatawan yang datang, namun sangat di sayangkan sekali, budaya-budaya ini belum terlalu dikelola dengan baik oleh pemerintah sehingga belum terekspose, yang mengakibatkan eksistensinya pun belum seluas budaya tari kecak yang ada di bali. Selain memiliki kebudayaan yang khas, di Pangandaran juga terdapat budaya campuran atau hasil kolaborasi dengan budaya dari daerah lain, seperti misalnya kuda lumping. Kebudayaan-kebudayaan yang ada di Pangandaran hampir tersebar merata diseluruh wilayah, ada yang terdapat di daerah timur seperti Mangunjaya, Padaherang, dan Kalipucang, kemudian di daerah barat terdapat di Parigi, Cigugur, Cijulang, dll. Semua budaya tersebut memiliki cerita dibaliknya yang melegenda, dan tidak banyak orang tahu akan legenda tersebut.
Selain beberapa kesenian ada kebudayaan yang unik yang memang masih belum ada dan jarang dimiliki daerah lain. Kebudayaan berfikir yang dimiliki Pangandaran yaitu Uga juga merupakan ciri khas dari Kabupaten Pangandaran. Pangandaran sendiri merupakan pusat daerah yang memiliki banyak uga atau pribahasa.
Pangandaran banyak sekali memiliki kebiasaan yang memang sangat unik serta sering dilakukan rutin. Kearifan lokal terseut sudah menjadi kebiasaan dan menjadi acara tahunan. Kearifan lokal tersebut diantaranya; Hajat laut, Pesona purnama pesisir, Karnaval budaya, Tradisi teko beureum serta Hajat Leuweung.
Masalah yang dihadapi Pangandaran dalam pola pengembangan kebudayaan ini sebenarnya yang paling utama adalah promosi, karena banyak sekali kebudayaan Pangandaran ini, tetapi banyak wisatawan tidak mengetahuinya. Pemerintah juga jarang untuk menyelenggarakan event-event kebudayaan, hanya beberapa kali saja dalam setahun, padahal apabila sering dilakukan atau diadakan festival kebudayaan tentu saja wisatawan pun lambat laun akan tahu dan mengenal kebudayaan Pangandaran, sehingga tertarik untuk berkunjung ke Pangandaran setiap tahunnya. Pemerintah juga dirasa kurang mendukung aktivitas dari komunitas budaya yang memiliki peranan penting, karena komunitas itu mewadihi budaya-budaya dari seluruh penjuru Pangandaran yang belum terkelola dengan baik yang kemudian dikembangkan dan diusulkan ke pemerintah. Selain itu, masyarakat yang kini kurang mendalami dan melestarikan kebudayaan yang ada di pangandaran, yang mana pada saat ini masyarakat lebih suka terhadap kemajuan teknologi yang membuat perubahan sangat besar terutama terhadap kebudayaan. Output yang bisa kami lakukan adalah dengan cara mempromosikan budaya-budaya asli Pangandaran dengan cara sering menulis artikel tentang kebudayaan Pangandaran ini situs web atau sebuah jurnal, selain itu kami juga berinisiatif untuk menggelar pagelaran Budaya Khas Asli Pangandaran setiap tahunnya yang bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan Pangandaran , Bapak Aceng.
B. Saran
Pemerintah khususnya Dinas Kebudayaan serta para penggerak Kebudayaan harus lebih aktif lagi dalam mengadakan event-event budaya, karena itu merupakan salah satu bentuk promosi agar kebudayaan yang ada di Pangandaran menjadi terkenal. Selain itu, pemerintah juga harus mendukung aktivitas dari komunitas budaya, agar dapat terciptanya kesinambungan dan kerja sama yang baik antara komunitas dan pemerintah sehingga membuat budaya yang ada di Pangandaran terus berkembang dan menjadi populer. Masyarakat juga harus sadar akan kekayaan budaya serta dapat menjaga dan memelihara budaya yang ada di wilayahnya dengan dikelola dan dilestarikan dengan sebaik mungkin agar kebudayaan itu tidak hilang dan. Sebagai insan pendidikan seperti Mahasiswa yang ada di pangandaran pun sebaiknya sering menulis artikel mengenai kebudayaan Pangandaran agar diharapkan banyak orang yang mengetahunya. Dengan membantu mempromosikan kebudayaan Pangandaran, akan berdampak positif bagi keberlangsungan kebudayaan yang ada di Pangandaran, sehingga lebih dikenal dan disukai khalayak.